STRUKTUR DAN FUNGSI PROTEIN (BIOKIMIA)




Protein merupakan suatu makro molekul yang terdiri dari asam amino yang saling berikatan menggunakan ikatan peptida. Ikatan peptida adalah ikatan kovalen antara gugus amino dari satu asam amino dan gugus karboksil dari asam amino yang lain.
Ketika dua asam amino digabungkan oleh ikatan peptida, mereka membentuk suatu dipeptida. Bila jumlah asam amino penyusunnya maksimum 50 buah maka senyawanya disebut polipetida. Namun, jika jumlah asam amino penyusunnya lebih dari 50 buah dan mempunyai fungsi tertentu dalam tubuh makhluk  hidup maka senyawa yang terbentuk disebut protein. Sehingga, setiap protein mempunyai urutan asam amino yang beda, karena rantai sampingnya berbeda.
Dalam pembentukan ikatan peptida pada asam amino dibentuk karena adanya sifat amfoter, maka dua molekul asam amino atau lebih dapat membentuk senyawa satu sama lain dengan melepaskan satu molekul air membentuk ikatan antara gugus karboksil (-COOH) asam amino yang satu dengan gugus amino (-NH2) yang lain disebut dengan ikatan peptida. Senyawa yang dibentuk oleh 2 molekul asam amino dinamakan dipeptida, 3 molekul dinamakan tripeptida dan seterusnya sampai yang dibentuk oleh banyak molekul disebut polipeptida (Poedjiadi, 1994).
Sifat amfoter  terjadi karena adanya gugus amino (-NH2) yang bersifat basa dan gugus karboksil (-COOH) yang bersifat asam yang terdapat pada molekul protein pada ujung - ujung rantainya, maka dengan larutan asam atau pH rendah, gugus amino pada protein akan bereaksi dengan ion  , sehingga protein bermuatan positif, sebaliknya dalam larutan basa gugus karboksilat bereaksi dengan ion  , sehingga protein bersifat negatif. Adanya muatan pada molekul protein menyebabkan protein bergerak dibawah pengaruh medan listrik (Yazid, 2006).
Protein yang tersusun dari rantai asam amino akan memiliki berbagai macam struktur yang khas pada masing-masing protein karena protein disusun oleh asam amino yang berbeda secara kimiawinya, maka suatu protein akan terangkai melalui ikatan peptida ataupun oleh ikatan sulfida. Selanjutnya protein bisa mengalami pelipatan-pelipatan membentuk struktur yang bermacam-macam yang disebabkan oleh keadaan kimia dan fisika lingkungannya, keadaan ini dapat menentukan konformasi protein. Adapun struktur protein meliputi struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur kuartener.
Struktur primer adalah struktur dasar dari protein. Susunan linier asam amino dalam protein yang merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang menentukan sifat dasar dari berbagai protein, dan secara umum menentukan bentuk struktur sekunder dan tersier.

Struktur sekunder adalah rantai polipeptida yang berlipat-lipat dan merupakan bentuk tiga dimensi dengan cabang-cabang rantai polipeptidanya tersusun saling berdekatan. Protein terbentuk oleh adanya ikatan hidrogen antar asam amino dalam rantai sehingga strukturnya tidak lurus, melainkan bentuk zig zag dengan gugus R mencuat keatas dan kebawah. Contoh struktur ini adalah bentuk α-heliks pada wol, serta bentuk heliks pada kolagen (Martoharsono, 1998) dan  ß-Sheet.
                 
     bentuk α-heliks (pymol)    
         ÃŸ-Sheet bentuk (pymol)

Struktur tersier adalah susunan dari struktur sekunder yang satu dengan struktur sekunder yang lain. Biasanya bentuk-bentuk sekunder ini dihubungkan oleh ikatan hidrogen, ikatan garam, ikatan hidrofobik, dan ikatan disulfida. Ikatan disulfida merupakan ikatan yang terkuat dalam mempertahankan struktur tersier protein.

Struktur primer, sekunder, dan tersier umumnya hanya melibatkan satu rantai polipeptida, tetapi bila struktur ini melibatkan beberapa polipeptida dalam membentuk suatu protein, maka disebut dengan struktur kuartener (Martoharsono, 1998).
Protein sederhana hanya mengandung asam amino dan tidak terdapat gugus kimia lainnya, seperti enzim ribonuklease dan khimotripsinogen. Akan tetapi, terdapat juga suatu protein yang tidak hanya mengandung asam amino saja yaitu menghasilkan gugus kimia lainnya. Hal tersebut terjadi setelah dihidrolisis, senyawa-senyawa ini disebut sebagai protein konyugasi. pada protein konyugasi terdapat gugus prostetik yaitu gugus non-asam amino atau bukan bagian dari asam amino dari jenis protein. Protein konyugasi ini digolongkan berdasarkan sifat kimia gugus protetiknya seperti tabel dibawah ini.

GOLONGAN
GUGUS PROSTETIK
CONTOH
LIPOPROTEIN
LIPID
b1- LIPOPROTEIN DARAH
GLIKOPROTEIN
KARBOHIDRAT
a - GLOBULIN DARAH
FOSFOPROTEIN
GG.FOSFAT
KASEIN - SUSU
HEMOPROTEIN
HEME
HEMOGLOBIN
FLAVOPROTEIN
FLAVIN - NUKLEOTIDA
SUKSINAT - DEHIDROGENASE
METALOPROTEIN
BESI, SENG
FERITIN, ALKOHOL DEHIDROGENASE
Tabel 6-3 Protein konyugasi (buku lehninger “dasar-dasar biokimia jilid 1 hal-143)

 

 

Terdapat contoh suatu protein yang mengandung gugus prostetik seperti pada cytochrome C dari hati sapi didalamnya terdapat HEM yang mengandung besi (Fe), gambar seperti dibawah ini:



(gambar menggunkan pymol)

            Ilmuwan John Kendrew melakukan sebuah penelitian resolusi tinggi pada myoglobin, melihat bahwa asam amino dalam interior protein memiliki rantai samping yang hampir seluruhnya bersifat  hidrofob. Hal tersebut disebabkan bahwa secara umum molekul protein dialam telah mempunyai konformasi (folding) tertentu. Folding dari molekul protein paling stabil dalam konformasi yang mengandung energy  bebas paling kecil yaitu energi ikatan nonkovalen dari asam amino dengan gugus prostetik dan antara protein dengan lingkungannya. Konformasi paling stabil biasanya terjadi pada keadaan alamiyah, seperti pada seluruh protein yang larut dalam air merupakan struktur globular dan terdapat gaya dorong utama untuk melipat molekul protein globular terlarut dalam air dengan memasang rantai samping-samping hidrofob didalam interior molekul, sehingga menciptakan inti hidrofob dan permukaan hidrofil.
            Sifat hidrofob terdapat di dalam molekul, jauh dari molekul protein, sedangkangkan hidrofil berada dibagian luar yang akan berinteraksi langsung dengan permukaan air. Untuk Protein- protrin didalam sel  berda didalam membran sel. Struktur membran sel terdiri dari lapisan fosfolipid, hidrofil, dan hidrofob yang disusun dari lemak dan protein dimana setiap komponennya  diikat oleh ikatan nonkovalen.  Begitu juga pada membran sifat hidrofob berada didalam membrane dan sifat hidrofil berada di luar membran sebagai contohnya  protein  perifer yang memiliki sifat hidrofil  yang berada di permukaan membrane bagian luar dan protein integral bersifat hidrofob yang berada di dalam membran.
Terdapat beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi protein, yaitu perubahan temperature, perubahan pH, perubahan pelarut, adanya logam berat dalam larutan, dan adanya pereduksi.
a.       Perubahan temperatur.
Kenaikan suhu menyebabkan energy kinetik molekul protein meningkat sehingga molekul protein mengalami vibrasi. Pada suhu optimum, molekul bervibrasi dengan ideal. Semakin tinggi suhu maka molekul akan bervibrasi semakin cepat. Apabila telah melewati suhu maksimum, maka molekul akan bervibrasi terlalu cepat yang mengakibatkan ikatan hidrogen, ikatan van der Waals, dan ikatan ion terputus, namun ikatan kovalennya tidak terputus. Akibatnya struktur 3 dimensi protein menjadi tidak alamiah atau protein mengalami denaturasi.
b.      Perubahan pH
Perubahan pH dapat menyebabkan terprotonasinya dan terdeprotonasinya gugus-gugus yang membntuk jembatan garam sehingga dapat memutus ikatan pada jembatan garam tersebut. Akibatnya struktur 3 dimensi protein menjadi berubah atau protein mengalami denaturasi dengan ikatan kovalen dan struktur primer tetap.
c.       Perubahan pelarut (etanol)
Adanya pelarut menyebabkan terbentuknya ikatan baru sehingga ikatan intramolekulnya terputus (jembatan garam putus). Misalnya penambahan pelarut etanol. Adanya pelarut etanol akan merusak jembatan garam karena akan terjadi pembentukan ikatan hydrogen antara atom O pada etanol dan atom H pada jembatan garam, hal ini mengganggu kesetimbangan jembatan garam tersebut dan menyebabkan protein mengalami denaturasi.
d.      Adanya logam berat dalam larutan
Ion-ion logam berat yang ditambahkan pada protein akan berikatan dengan guus-gugus yang bermuatan negatif yang membentuk jembatan garam, sehingga kesetimbangan jembatan garam akan terganggu dan protein mengalami denaturasi.
e.       Adanya zat pereduksi
Protein yang memiliki gugus sulfihidril akan dihubungkan dengan suatu ikatan disulfida kovalen yang kuat. Adanya zat pereduksi akan memutus ikatan disulfida dan membentuk gugus tiol (-SH) dengan penambahan atom H.
Muatan total protein sangat dipengaruhi oleh pH. Derajat ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH yang rendah, gugus karboksil tidak terdisosiasi, sedangkan gugus aminonya mengion. Pada pH yang tinggi (misalnya pH=11), karboksilnya akan terdisosiasi, sedangkan gugus aminonya tidak mengion.  Kondisi pH pada saat terjadi ionisasi pada gugus karboksil atau dari gugus amino dari sebuah asam amino dinyatakan dengan PK, atau dengan kata lain PH pada saat separuh dari gugus asam karboksil atau gugus amino, masing-masing sama-sama bermuatan disebut dengan istilah PK. Apabila nilai PH kurang dari PI aka protein bermuatan positif. Jika nilai PH lebih dari PI maka protein bermuatan negative.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM dan TEORI ILMIAH (Dasar-Dasar Sains)

Bioetanol

Pembuatan Bandeng Presto dalam Aplikasi Fisika